Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui PER-18/PJ/2025 kini semakin memperkuat pengawasan terhadap wajib pajak dengan memanfaatkan data konkret.
Data konkret adalah data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak yang membutuhkan pengujian untuk menghitung kewajiban perpajakan. Data konkret berupa :
- Faktur pajak yang sudah mendapat persetujuan oleh sistem DJP tetapi Wp belum atau tidak melaporkan SPT Masa PPN.
- Bukti pemotongan atau pemungutan PPh, yang belum atau tidak dilaporkan oleh penerbitnya pada SPT Masa PPh.
- Bukti transaksi atau data perpajakan, yang bisa langsung dipakai untuk menghitung kewajiban perpajakan WP.
Sesuai PER-18/PJ/2025 ada 8 bukti transaksi yang masuk kedalam kategori data konkret :
- Kelebihan kompensasi pada SPT masa PPN yang tidak didukung dengan kelebihan bayar SPT sebelumnya.
- Penghitungan kembali pajak masukan sebagai pengurang pajak keluaran oleh WP yang tidak berhak menggunakan pedoman pengkreditan pajak.
- PPN disetor dimuka, tetapi jumlahnya tidak sesuai atau kurang dibayar
- Pemanfaatan insentif pajak yang tidak sesuai ketentuan
- Pengkreditan pajak masukan yang tidak sesuai ketentuan
- Penghasilan yang tidak atau kurang dilaporkan sesuai data bukti potong yang dimiliki oleh DJP maupun kesalahan sehubun gan dengan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN)
- Data dan/atau keterangan yang bersumber dari ketetapan dan/atau keputusan dibidang perpajakan ataupun atas putusan sengketa yang bersifat inkrah, yang bisa digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan.
- Data dan/atau keterangan yang telah diterbitkan kepada wajib pajak, yang dibuat dalam berita acara tetapi kewajiban pajaknya tidak dipenuhi pada batas waktu yang telah disetujui.
Contoh kasus :
- PT Sinar Sinar menerbitkan faktur pajak keluaran sebesar Rp200 juta dibulan juli 2025, namun faktur tersebut tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN Juli.
Sistem DJP mendeteksi tidak adanya kesesuaian maka permasalahan tersebut masuk kedalam data konkret, maka diterbitkannya SP2DK, jika tidak dijawab maka terbitlah pemeriksaan pajak.
- PT MMA mengklaim pajak masukan dari vendor yang ternyata sudah dibatalkan faktur pajaknya.
DJP dapat menjadikan hal itu merupakan data konkret, timbulnya koreksi pajak masukan dan akan potensi kurang bayar.
Baca juga: 5 Langkah Proses dalam Menyusun Audit Laporan Keuangan
PER-18/PJ/2025 menegaskan bahwa data konkret akan ditindaklanjuti dengan pengawasan dan/atau pemeriksaan. Jika data konkret tersebut ditindaklanjuti dengan pemeriksaan, maka pemeriksaan tersebut akan dilakukan dengan pemeriksaan spesifik sesuai dengan ketentuan PMK 15/2025.
Sesuai pasal 1 angka 9 PMK 15/2025, Pemeriksaan spesifik adalah pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak yang dilakukan secara spesifik atas 1 atau beberapa pos dalam surat pemberitahuan dan/atau surat pemberitahuan objek pajak, data, atau kewajiban perpajakan tertentu secara sederhana.
Jangka waktu pengujian untuk melaksanakan pemeriksaan spesifik maksimal 1 bulan sejak surat pemberitahuan pemeriksaan yang disampaikan sampai dengan tanggal surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP) disampaikan.
Dan untuk jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP) dan pelaporan pemeriksaan spesifik selama maksimal 30 hari kerja terhitung sejak tanggal SPHP disampaikan oleh WP sampai dengan tanggal laoran hasil pemeriksaan (LHP).
Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk menguji kepatuhan yang berdasarkan pada data konkret yang menyebabkan adanya kurang bayar pajak, maka jangka waktu pengujian dipersingkat menjadi maksimal 10 hari kerja.
Baca juga: 5 Macam Jasa yang Ditawarkan Akuntan Publik
Dalam pasal 2 ayat (2) huruf c, pasal 11 ayat (9) PMK 15/2025, pertemuan dikecualikan dalam hal pemeriksaan dilakukan dengan tipe pemeriksaan spesifik. Dengan begitu pemeriksa tetap memiliki kewajiban untuk memberikan pejelasan mengenai alasan serta tujuan pemeriksaan serta hak dan kewajiban wajib pajak pada saat dan setelah pem eriksaan. Penjelasan akan disampaikan oleh pemeriksa pajak secara tertulis bersamaan dengan penyampaian surat pemberitahuan pemeriksaan.
Pemeriksaan spesifik tidak diwajibkan untuk menggelar pembahasan temuan sementara dalam hal pemeriksaan. Sehingga wajib pajak kehilangan hak untuk menyampaikan buku, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam rangka pembahasan temuan sementara.
Pembahasan temuan sementara adalah pembahasan antara wajib pajak dan pemeriksa pajak atas temuan sementara pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara. Pembahasan dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa temuan sudah berdasarkan bukti yang kuat dan berkaitan serta sesuai dengan peraturan perundang–undangan perpajakan.
PER-18/PJ/2025 data konkret akan ditindaklanjuti dengan pengawasan dan/atau pemeriksaan. Apabila data konkret ditindaklanjuti dengan pemeriksaan maka pemeriksaan tersebut dilakukan dengan pemeriksaan spesifik sesuai dengan PMK 15/2025
Dengan demikian, Wajib Pajak harus memahami jenis-jenis data konkret agar tidak ada kewajiban pajak yang terlewat atau tidak sesuai dengan pelaporan pajaknya. Jika terdapat kesalahan kecilpun akan berdampak ke tahap pemeriksaan pajak, sehingga wajib pajak harus lebih berhati-hati.
Sumber :
![]()
Artikel Menarik Lainnya:
- BBM dan Pajak: Apa Hubungannya?
- Rekonsiliasi Bank: Pengertian, Tujuan, Penyebab & Contohnya
- Pemerintah Indonesia umumkan Kebijakan Perpajakan dibulan September 2025 ini dalam 17 Paket Stimulus Ekonomi.
- Neraca Lajur: Pengertian, Fungsi, Jenis, Cara Membuat dan Contohnya
- Neraca Saldo: Pengertian, Fungsi, Jenis, Komponen & Cara Menghitungnya



