PKP Wajib Waspada!! DJP Dapat Blokir Akses e-Faktur Jika Tak Patuh, Berikut Kita Simak Kriterianya

Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Menerbitkan peraturan baru yakni peraturan Dirjen Pajak No. PER-19/PJ/2025 terkait penonaktifan akses pembuatan faktur pajak terhadap Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang tidak melaksanakan kewajiban Perpajakan.

Pemblokiran akses e-Faktur bagi PKP dapat menimbulkan dampak serius terhadap kegiatan usaha. Ketika akses e-Faktur diblokir, perusahaan tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak atas setiap transaksi penjualan yang dilakukan.

Akibatnya, kegiatan penjualan menjadi terhambat karena transaksi tanpa Faktur Pajak dianggap tidak sah menurut ketentuan perpajakan yang berlaku.

Berikut  6 Kriteria Tertentu yang Menjadi Dasar DJP Melakukan Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak Bagi PKP, Sesuai Pasal 2 ayat (2) PER 19/2025:

  1. Tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak untuk setiap jenis pajak selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
  2. Tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh yang telah menjadi kewajibannya
  3. Tidak menyampaikan SPT masa PPN selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
  4. Tidak menyampaikan SPT masa PPN untuk 6 Masa Pajak dalam periode 1 tahun kalender.
  5. Tidak melaporkan bukti pemotongan atau bukti pemungutan pajak selama 3 (tiga) bulan berturut – turut.
  6. Memiliki tunggakan pajak paling sedikit Rp250.000.000,- (WP di KPP Pratama) atau Rp1.000.000.000,- untuk WP Non-KPP Pratama.

Namun, Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang mengalami pemblokiran akses pembuatan Faktur Pajak masih diberikan kesempatan untuk mengajukan permohonan pengaktifan kembali akses tersebut dengan menyampaikan klarifikasi sesuai ketentuan yang diatur dalam PER-19/PJ/2025 Pasal 3 Ayat (2), dengan cara sebagai berikut:

  1. Disampaikan secara tertulis melalui surat kepala kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran yang Merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal.
    1. Memuat minimal :
  2. Nomor dan tanggal surat atau dokumen klarifikasi
  3. Tujuan surat atau dokumen klarifikasi yaitu kepala kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar.
  4. Identitas wajib pajak atau pengurus, dan/atau penanggung jawab:
  5. Penjelasan atas klarifikasi
  6. Daftar dokumen pendukung klarifikasi.
    1. Dilampiri dokumen pendukung, minimal berupa :
  7. Bukti potong atau pungut pajak untuk kewajiban pemotongan atau pemungutan pajak untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut sebagai pemotong atau pemungut pajak secara berturut-turut dalam 3 bulan.
  8. Tanda terima penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang telah menjadi kewajibannya.
  9. Tanda terima penyampaian surat pemberitahuan masa pajak pentambahan nilai yang telah menjadi kewajibannya berturut-turut selama 3 bulan
  10. Tanda terima penyampaian surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai untuk 6 masa pajak dalam periode 1 tahun kalender yang telah menjadi kewajibannya.
  11. Bukti pelaporan bukti potong atau bukti pungut untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut yang telah dibuat berturut-turut selama 3 bulan
  12. Bukti pelunasan atas tunggakan pajak dan/atau surat keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayran utang pajak yang masih berlaku.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak berdasarkan penelitian menentukan untuk mengabulkan atau menolak klarifikasi Wajib Pajak atas surat kalarifikasi paling lama 5 hari kerja setelah surat klarifikasi.

Apabila klarifikasi Wajib Pajak disetujui, Kepala KPP akan mengaktifkan kembali akses Wajib Pajak untuk membuat Faktur Pajak.

Namun, perlu diketahui bahwa akses pembuatan faktur pajak tidak dapat diaktifkan kembali jika sebelumnya dinonaktifkan karena adanya kegiatan penerbitan atau penggunaan faktur pajak yang tidak sah.

Sumber :